Berita
Usakti dan Pertamina Buka Peluang Kerjasama Pasarkan Solar Air
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Inovasi temuan solar air sebagai bahan bakar pengganti solar murni oleh mahasiswa Teknik Mesin Universitas Trisakti (Usakti), berpotensi menghemat penggunaan solar murni sebanyak 30 persen atau 12 juta liter sehari, jika solar air digunakan secara nasional.
"Penjajakan kerjasama antara kami dan Pertamina sedang dalam proses. Oleh Pertamina, solar air hasil inovasi mahasiswa kami, dalam tahap uji ketahanan selama 250 jam di Lemigas," kata Hafnan di Universitas Trisakti, Grogol, Minggu (17/8/2014).
Selain itu, tambahnya, pihaknya juga tidak berhenti dalam inovasi formula solar air yang sudah ada saat ini, dimana kandungan bahan utama solar air yakni solar murni 70 persen, zat adiktif yakni limbah sisa minyak sawit bekas sebanyak 20 persen dan air 10 persen. "Kami tidak berhenti sampai disitu. Karena kedepannya kami juga akan terus meneliti dan sudah melihat ada peluang, agar kandungan airnya dapat lebih diperbanyak," ujar Hafnan.
Ia menjelaskan penggunaan solar di Indonesia rata-rata mencapai 40 juta liter perharinya. Dengan inovasi solar air ini, maka dapat menghemat penggunaan solar sebesar 30 persen, atau mencapai 12 juta liter perharinya. "Ini akan meringankan beban subsidi pemerintah," kata Hafnan.
Ia memaparkan dengan penelitian yang dilakukan sejak tahun 2002, solar air hasil inovasi mahasiswa Trisakti memiliki formula berbeda dengan klaim solar air temuan pihak lain.
"Bentuk solar air kami, lebih bening dan bersih, serta ketika didiamkan tidak terpisah kembali, karena ada zat adiktif pengikatnya" papar Hafnan.
Formula solar air temuan mereka yang jauh lebih sempurna inilah, kata Hafnan, yang coba akan dipatenkan, karena terbukti berhasil diujicoba di mesin diesel kapal nelayan dengan mengunjungi 69 pulau selama 5 hari. "Ternyata hasilnya sangat bagus dan lebih ramah lingkungan," paparnya.
Hafnan menjelaskan formula solar air yang dihasilkan olehUniversitas Trisakti ini merupakan campuran dari 70 persen solar, 20 persen zat adiktif dan 10 persen air. "Zat adiktif sebagai pengikatnya menggunakan sisa limbah minyak sawit bekas yang banyak tersedia di indonesia, serta harganya murah. Dengan menggunakan solar air ini, selain lebih hemat, zat NOX yang berbahaya bagi kesehatan dan dihasilkan oleh mesin diesel berkurang hingga 40 persen serta kepekatan asap hitam turun hingga 60 persen," paparnya.
"Yang jelas dan paling membedakan formula penemuan solarair kami dengan yang lainnya adalah bentuknya yang bening dan bersih, serta ketika didiamkan tidak terpisah kembali," tegasnya lagi.
Aditya Kristanto, mahasiswa Teknik Mesin Angkatan 2013Universitas Trisakti yang merupakan salah seorang tim risetsolar air, menyebutkan setelah melakukan perjalanan selama 5 hari menggunakan 2 kapal nelayan dengan bahan bakar solarair hasil inovasi mereka, yang mengangkut 9 orang mahasiswa penemu solar air ini, mereka langsung mengecek kondisi mesin kapal nelayan yang digunakan.
"Setelah kami bongkar dan kami periksa, ternyata mesin kapal tetap bersih dan tidak ada masalah apapun. Ini membuktikan bahwa bahan bakar solar air ini aman untuk dipergunakan, dan penanda solar air lulus uji," ujar Aditya, kepada warta kota, Minggu (17/8/2014).
Aditya berharap dengan penemuan solar air ini maka dapat membantu mengurangi beban pengeluaran nelayan pasca dikuranginya subsidi solar sebesar 20 persen. "Setelah kami hitung harga yang harus dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan harga solar biasa. Selain itu penggunaannya lebih irit dibandingkan dengan solar biasa. Kelebihan lainnya suhu mesin juga lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan solar biasa dan solar air ini lebih ramah lingkungan," paparnya.
Atas inovasi ini, akhirnya Museum Rekor Indonesia (MURI) memberikan penghargaan terhadap para mahasiswa Trisakti, di Universitas Trisakti, Grogol, Minggu (17/8/2014). Deputi Manager MURI, Awan Raharjo, menjelaskan penghargaan yang diberikan kepada mahasiswa Trisakti ini dalam kategori berhasil membuat inovasi bahan bakar baru sehingga mampu mengelilingi dan mengibarkan bendera merah putih di pulau di kepulauan seribu dengan jumlah terbanyak dengan menggunakan kapal berbahan bakar bio diesel air.
"Kami dari MURI mengapresiasi semua inovasi temuan Solar Air sampai mengelilingi dan mengibarkan bendera merah putih di 69 pulau di Kepulauan Seribu dengan kapal nelayan. Karenanya pada hari ini, bertepatan dengan perayaan HUT RI yang juga ke 69, atas prestasi dan karya anak bangsa, mahasiswa Universitas Trisakti, MURI mempersembahkan penghargaan ini," kata Awan, saat penyerahan piagam penghargaan MURI ke mahasiswa dan pihak Universitas Trisakti, di Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat, Minggu (17/8/2014).
Awan mengatakan rekor yang dibuat Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri serta didukung penuh oleh Universitas Trisakti ini, adalah sebuah rekor baru yang bukan saja hanya rekor baru di Indonesia, tetapi juga sebuah rekor bertaraf internasional. "Selain mencatat peristiwa yang skalanya nasional atau rekor Indonesia, kami juga mencatat kegiatan dengan skala internasional atau rekor dunia. Dari hasil survey dan penggalian informasi, di negeri lain ini belum ilmuwan atau pelajar yang yang mampu menghasilkan inovasi seperti yang sudah dilakukan oleh Universitas Trisakti," papar Awan.
Karenanya, kata Awan, tidak berlebihan apabila MURI mempersembahkan piagam rekor dunia kepada mahasiswa Trisakti pencetus lahirnya inovasi ini serta Universitas Trisaksi yang memberikan dukungan penuh
Sumber : http://indohub.com/2014/08/17/muri-inovasi-solar-air-temuan-bertaraf-internasional/#